KPK Bongkar Skandal Kredit Fiktif Rp263,6 Miliar di BPR Jepara Artha

banner 468x60

Direksi, Kepala Bagian, hingga Pihak Swasta DitahanAset Puluhan Miliar Disita

Jakarta, beritabengkulu.com- 21 September 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menegaskan tajinya dalam pemberantasan korupsi di sektor keuangan daerah. Lima orang pejabat dan pihak swasta resmi ditetapkan sebagai tersangka serta ditahan dalam kasus dugaan kredit fiktif di BPR Jepara Artha.

Menurut keterangan tertulis yang diterima dari InfoPublik.id Minggu (21/9/2025), para tersangka adalah JH (Direktur Utama BPR Jepara Artha), IN (Direktur Bisnis dan Operasional), AN (Kepala Divisi Bisnis, Literasi, dan Inklusi Keuangan), AS (Kepala Bagian Kredit), serta MIA (Direktur PT BMG/pihak swasta). Mereka menjalani masa tahanan awal selama 20 hari, terhitung sejak 18 September hingga 7 Oktober 2025 di Rutan Cabang KPK.

Modus Rapi, Laporan Keuangan Disulap

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan skandal ini berawal dari kesepakatan antara JH dan MIA untuk menerbitkan 40 fasilitas kredit fiktif senilai Rp263,6 miliar.
“Kredit fiktif tersebut dipakai untuk memperbaiki laporan keuangan BPR Jepara Artha yang saat itu dalam kondisi merugi. Agar pencairan berjalan, dokumen dikondisikan tanpa analisis kredit yang sah. Sebagai kompensasi, para ‘debitur’ fiktif menerima sedikitnya Rp100 juta,” jelas Budi dalam keterangan tertulisnya.

Fakta ini menunjukkan bagaimana sebuah lembaga keuangan daerah bisa dipermainkan hanya demi menutup kerugian dengan cara curang. Publik pun kembali diingatkan, betapa kerentanan korupsi di sektor perbankan masih nyata.

Aliran Dana & Fasilitas Umrah

Tak hanya memanipulasi dokumen, para tersangka diduga menerima aliran dana dan gratifikasi dengan nilai fantastis. Dari catatan KPK, MIA memberikan sejumlah fee besar kepada jajaran pejabat BPR Jepara Artha, yakni:

-Rp2,6 miliar untuk JH
-Rp793 juta untuk IN
-Rp637 juta untuk AN
-Rp282 juta untuk AS
-Fasilitas umrah senilai Rp300 juta untuk JH, IN, dan AN

Modus ini tidak sekadar soal uang, tetapi juga pemanfaatan fasilitas ibadah sebagai kedok gratifikasi.

Aset Puluhan Miliar Disita

Untuk menutup kerugian negara, KPK bergerak cepat menyita sejumlah aset yang terkait praktik lancung ini. Antara lain:

-136 bidang tanah/bangunan dari 40 debitur fiktif senilai Rp60 miliar
-Aset JH berupa uang tunai Rp1,3 miliar, empat mobil SUV, dan dua bidang tanah
-Aset MIA berupa uang Rp11,5 miliar, sebidang tanah rumah, dan satu unit mobil
-Aset AN berupa sebidang tanah rumah dan satu unit sepeda motor

Penyitaan ini menegaskan bahwa selain mengejar pelaku, KPK juga berkomitmen memulihkan kerugian keuangan negara.

Jerat Hukum Berat

Kelimanya kini dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman bagi para pelaku adalah pidana penjara maksimal seumur hidup.

Ancaman ini bukan sekadar pasal formal, tetapi sinyal keras bahwa praktik manipulasi sistem perbankan daerah tidak akan ditoleransi.

Jaga Kepercayaan Publik

KPK menegaskan bahwa kasus ini menjadi peringatan serius bagi seluruh lembaga keuangan daerah. “Korupsi di sektor perbankan bukan hanya merugikan negara, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap sistem keuangan,” tutup Budi Prasetyo. (**)

Editor: Redaksi

banner 300x250
banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *